KABARKIBAR.ID — Proyek satelit Satria-1 telah mencuri perhatian publik, dengan kabar bahwa satelit ini awalnya direncanakan akan melayani 150 ribu titik layanan publik di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Namun, belakangan diketahui bahwa jumlah titik layanan tersebut mengalami penyusutan menjadi 50 ribu titik.

Tentu saja, hal ini menimbulkan pertanyaan: apa yang terjadi?

Kepala Divisi Satelit Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Sri Sanggrama Aradea, serta Juru Bicara BAKTI untuk Satelit Republik Indonesia (SATRIA), memberikan penjelasan mengenai perubahan ini.

Menurut mereka, terjadi peningkatan kebutuhan dalam hal kecepatan akses internet.

Pada desain awal pada tahun 2018, kebutuhan satu titik layanan adalah 1 Mbps, namun sekarang meningkat menjadi 4 Mbps.

Oleh karena itu, pada tahap pertama setelah Satria-1 beroperasi, satelit ini akan melayani sekitar 50 ribu titik layanan.

Rencananya, satelit ini akan mulai beroperasi pada akhir tahun ini.

Penyediaan akses internet Very Small Aperture Terminal (VSAT) akan dilakukan secara bertahap untuk 30 ribu hingga 50 ribu titik layanan publik, sehingga mereka dapat memanfaatkan layanan yang disediakan oleh SATRIA-1.

Sri Sanggrama menjelaskan bahwa setiap tahunnya kebutuhan dari setiap titik layanan terus meningkat.

Hal ini menyebabkan Kementerian Komunikasi dan Informatika harus menyesuaikan kapasitas layanan sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Selain itu, pihak kementerian juga akan memantau penyediaan akses internet oleh pihak swasta.

Tidak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan akan satelit internet nasional, saat ini sedang disiapkan Hot Backup Satellite.

Proses konstruksi backup satellite ini tengah berlangsung di Boeing Los Angeles, dengan progres fisiknya mencapai sekitar 85%.

Rencananya, peluncuran backup satellite ini akan dilakukan pada bulan Oktober 2023.

Sebagai informasi tambahan, satelit Satria-1 telah berhasil diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS) pada tanggal 18 Juni 2203.

Satelit ini menggunakan roket milik SpaceX, Falcon 9.

Kegiatan ini menandai langkah penting dalam mewujudkan impian akan akses internet yang lebih luas dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

Meskipun terjadi penyusutan jumlah titik layanan, upaya pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas internet di wilayah 3T tetaplah menjadi prioritas.

Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang semakin meningkat dan menjamin bahwa layanan internet yang disediakan oleh Satria-1 dapat memenuhi kecepatan yang dibutuhkan.