Penilaian ini didasarkan pada analisis data tahun 2020, menjadi refleksi dari situasi beberapa tahun terakhir.
Lebih lanjut, data juga menggambarkan bahwa 28 persen anak di seluruh Asia Selatan mengalami paparan terhadap 4,5 gelombang panas atau bahkan lebih setiap tahunnya.
Bandingkan ini dengan angka global sebesar 24 persen, dan permasalahan ini menjadi semakin nyata.
Bulan Juli tahun 2023 telah tercatat dalam sejarah sebagai bulan terpanas yang pernah ada di seluruh dunia.
Fakta ini menambah tingkat kekhawatiran kita tentang masa depan, di mana perubahan iklim diperkirakan akan memicu gelombang panas yang lebih sering dan parah.
Bukan hanya kawasan Asia Selatan yang berisiko, tetapi juga masyarakat global secara keseluruhan.
Sanjay Wijesekera, Direktur Regional UNICEF untuk Asia Selatan, menyatakan keprihatinan mendalam mengenai implikasi dari situasi ini.
“Dengan suhu global yang semakin meningkat, data menunjukkan bahwa anak-anak di seluruh Asia Selatan semakin terancam oleh cuaca panas dan suhu ekstrem. Meskipun kawasan ini mungkin bukan yang terpanas di dunia saat ini, dampak dari panas yang melanda berpotensi mengancam jutaan anak yang rentan secara kesehatan dan sosial.” ujar Sanjay Wijesekera.
Khususnya, anak-anak yang paling rentan termasuk bayi, balita, anak-anak yang mengalami kekurangan gizi, serta perempuan hamil.
Mereka rentan mengalami dampak kesehatan yang serius akibat gelombang panas dan kondisi ekstrem lainnya.
Menurut Indeks Risiko Iklim Anak-anak (CCRI) yang dikeluarkan oleh UNICEF pada tahun 2021, anak-anak di Afghanistan, Bangladesh, India, Maladewa, dan Pakistan berada pada risiko sangat tinggi terhadap dampak perubahan iklim.
Kondisi ini menjadi semakin nyata di beberapa wilayah, seperti di Provinsi Sindh, Pakistan, terutama kota Jacobabad.
Kota ini menjadi sorotan sebagai salah satu kota terpanas di dunia pada tahun 2022, dengan suhu mencapai angka yang sulit dipercaya.
Namun, bukan hanya rekor suhu ekstrem yang menjadi masalah, tetapi efek jangka panjang yang muncul.
Pada Juni 2023, suhu masih mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, menyebabkan dampak serius pada kesehatan lebih dari 1,8 juta penduduk setempat.
Lebih dari 800.000 anak yang sebelumnya terkena dampak banjir pada tahun 2022 sekarang dihadapkan pada risiko serangan panas yang berpotensi fatal.
Bahkan pada musim hujan sekalipun, panas ekstrem tetap menjadi ancaman serius bagi anak-anak.
Mereka tidak memiliki mekanisme adaptasi yang cepat terhadap perubahan suhu, membuat mereka lebih rentan terhadap dampak suhu ekstrem.
Gejala dan penyakit seperti suhu tubuh tinggi, detak jantung cepat, kram, sakit kepala parah, kebingungan, dehidrasi, bahkan pingsan dan koma pada anak-anak, semuanya dapat muncul sebagai hasil dari kondisi panas yang berlebihan.
Pada bayi, dampaknya dapat berdampak serius terhadap perkembangan mental dan fisik.
Perempuan hamil juga berada dalam risiko yang tinggi, karena panas ekstrem dapat menyebabkan komplikasi serius seperti kontraksi dini, hipertensi, kejang, tekanan darah tinggi, kelahiran prematur, dan bahkan kematian bayi yang belum lahir.
Tinggalkan Balasan