“Jadi secara umum daerah gersang di Indonesia bagian timur relatif lebih kering, tapi kemudian dengan tingkat kewaspadaan dini kita akan pindah ke daerah-daerah yang kemungkinan besar terjadi karhutla, seperti Kalimantan dan Sumatera, seperti Riau dan Jambi. Di Sumatera sering terjadi, ini tempat-tempat yang kita waspadai,” ujarnya.

Dampak Fenomena El Nino Akan Memicu Kekeringan

Ada beberapa hal yang musti antisipasi dari fenomena El Nino tahun ini.

Selain karhutla, El Nino juga menyebabkan kekeringan.

Oleh karena itu, penting untuk merencanakan fungsi waduk dan bendungan yang baik dan menerapkan jadwal penanaman yang direkomendasikan oleh BMKG.

“Bahkan saat hujan, kami akan tampung air untuk mengisi embung, dan bendungan untuk digunakan saat dibutuhkan. Bendungan yang dibangun akan beroperasi secara musiman. Biaya ditetapkan dengan cara yang sama seperti di El Nino. Area pertanian, untuk menyusun kalender tanam. Sesuai dengan model perkiraan musiman yang diberikan oleh BMKG,” pungkas Dodo.

Peluang El Nino Menguat di Juni 2023

Pertanyaan mengenai kondisi El Nino di Indonesia dan beberapa kemungkinan dampaknya menarik untuk diikuti.

Terkait hal itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati angkat bicara.

Dilansir kabar dari beberapa portal berita, menurut dia, kemungkinan El Nino di Indonesia akan menguat pada Juni 2023 yakni mencapai lebih dari 80% dan mulai Juni 2023.

Bukan itu saja, fenomena El Nino juga dibarengi dengan gangguan iklim Indian Ocean Dipole (IOD).

FYI, El Nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal.

Sedangkan IOD adalah selisih suhu permukaan laut antara dua wilayah, yaitu di Laut Arab (sebelah barat Samudera Hindia) dan Samudera Hindia sebelah timur di selatan Indonesia.

“Jadi kita mengalami dua fenomena sekaligus. El Nino tidak hanya dipengaruhi oleh suhu muka laut di Samudera Pasifik, tapi juga oleh Indian Ocean Dipole (IOD),” ujarnya, dalam jumpa pers bersama dengan media pada hari Selasa, 6 Juni 2023. ***