KABARKIBAR.ID — Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Kementerian Sosial dan Kementerian Ketenagakerjaan terkait pengelolaan belanja bantuan sosial dalam penanganan Covid-19 pada tahun 2022.

Hasil pemeriksaan ini mengungkapkan adanya 25 temuan yang mencakup 34 permasalahan.

Temuan-temuan ini diungkapkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan mendorong pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan ke-1, yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun.

“Permasalahan dalam perlindungan sosial, antara lain terkait realisasi dan penyaluran bantuan, serta ketepatan penyaluran bantuan,” seperti yang dikutip dari IHPS II Tahun 2022 yang telah diserahkan oleh BPK kepada DPR pada Selasa (20/6/2023).

Dalam hal realisasi dan penyaluran bantuan, BPK menemukan beberapa masalah.

Program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak terdistribusi, sedangkan program Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Sembako belum ditindaklanjuti dengan baik.

Keadaan ini menyebabkan penyaluran bantuan sosial tidak optimal dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 165,03 triliun.

Kekurangan ini disebabkan oleh kurangnya tindak lanjut terhadap program-program tersebut, yang mengakibatkan pengembalian ke Rekening Pemerintah Lainnya (RPL).

Sementara itu, dalam hal ketepatan penyaluran bantuan, terdapat masalah dalam penetapan dan penyaluran bantuan dalam Program Sembako, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Migor, dan/atau BLT Bahan Bakar Minyak (BBM).

Salah satu permasalahan utamanya adalah penetapan dan penyaluran bantuan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN).

Selain itu, ditemukan pula penyaluran bantuan kepada pendamping sosial, tenaga kerja dengan upah di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), penerima bantuan yang telah meninggal dunia, penerima bantuan yang terdaftar dalam database AHU sebagai pejabat/usahawan, serta adanya indikasi penerimaan bantuan ganda.

Selain itu, terdapat juga permasalahan dalam penetapan dan penyaluran bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), di antaranya terdapat KPM PKH yang mengalami masalah pada tahun 2021 namun masih ditetapkan sebagai penerima bantuan pada tahun 2022.

Selain itu, terdapat juga KPM yang sudah mampu, KPM yang

telah lulus dari program, KPM yang menolak bantuan, KPM ASN yang telah mengajukan pengunduran diri, dan KPM yang tidak pernah mengambil Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan buku tabungan yang masih terdaftar dalam data penerima bantuan.

“Akibatnya, penyaluran bantuan sosial sebesar Rp 185,23 miliar terindikasi tidak tepat sasaran,” seperti yang tertulis dalam IHPS.

Berkaitan dengan permasalahan realisasi dan penyaluran bantuan, serta ketepatan penyaluran bantuan, BPK telah memberikan rekomendasi langsung kepada Menteri Sosial, seperti memberikan instruksi kepada Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial serta Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial untuk mengoptimalkan pengendalian dan pengawasan terhadap bantuan sosial.

Selain itu, Menteri Sosial juga diminta memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada bank penyalur yang lalai dalam menyampaikan laporan, memerintahkan bank penyalur untuk mengembalikan dana yang tidak terdistribusi dan KPM yang tidak bertransaksi sebesar Rp 165,03 miliar kepada kas negara.