Jenis Visum
Visum et repertum adalah laporan tertulis dari dokter atas permintaan penyidik, yang berisi hasil pemeriksaan kedokteran forensik pada korban kekerasan, baik yang masih hidup maupun sudah meninggal.
Visum et repertum untuk orang meninggal berupa luar jenazah serta pemeriksaan luar dan dalam jenazah (autopsi).
Visum et repertum psikiatriku adalah keterangan tertulis dari dokter spesialis kesehatan jiwa, sebagai hasil pemeriksaan kesehatan psikologis pada seseorang.
Proses ini dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk kepentingan penegakan hukum seperti kasus kekerasan dan pemukulan
Prosedur Melakukan Visum
Dalam praktiknya, visum digunakan sebagai bagian dari pemeriksaan pada korban kekerasan, baik fisik, mental, hingga seksual.
Untuk melakukan visum, diperlukan permintaan penyidik terlebih dahulu.
Jadi, pada dasarnya visum tanpa laporan polisi tidak bisa dilakukan.
Tes visum berbeda dengan pemeriksaan kesehatan lainnya.
Dengan kata lain, tanpa surat permintaan dari penyidik, dokter hanya dapat melakukan pemeriksaan kesehatan dan mengeluarkan surat keterangan sehat.
Sebagai informasi, tidak ada batas waktu visum setelah kejadian yang pasti.
Akan tetapi, akan lebih baik jika visum dilakukan secepatnya setelah ada tindakan pidana agar bukti yang ditinggalkan tidak hilang.
Penting diperhatikan, bagi korban kekerasan seperti pemukulan, visum dapat dijadikan alat bukti kuat saat membuat laporan kepolisian terkait kasus penganiayaan.
Bagi korban pemukulan atau penganiayaan lainnya sebaikanya segera melakukan visum sebelum lima hari setelah kejadian.
Cara atau prosedur melakukan visum yang pertama adalah seseorang perlu melaporkan tindak pidana yang terjadi kepadanya di kepolisian.
Setelah itu, penyidik akan mengajukan permintaan untuk melakukan visum.
Setelah surat permintaan dikeluarkan, penyidik akan menemani korban dalam pemeriksaan visum.
Prosedur Menjalankan Visum
Pemeriksaan umum kesehatan. Pemeriksaan terhadap fisik, meliputi denyut nadi, tekanan darah, bukti kekerasan, luka yang terlihat, atau infeksi penyakit kelamin. Pada pemeriksaan ini, korban akan diminta menceritakan kronologis kejadian dan luka yang ada.
Nantinya, petugas akan fokus memeriksa kondisi luka, mulai dari ukurannya, letak luka, sifat derajat luka, dan lainnya, yang akan dicatat dan dianalisis, seperti
Pencatatan riwayat, dokter akan menanyakan seputar riwayat penyakit, obat yang biasa dikonsumsi, maupun pertanyaan lain terkait kesehatan.
Pemeriksaan internal, apabila dibutuhkan, jika dicurigai ada luka atau cedera pada bagian dalam tubuh, dokter atau petugas akan melakukan
pemeriksaan internal, bentuknya beragam, contoh visum yang dilakukan bisa berupa pemeriksaan kehamilan, patah tulang, pendarahan, dan cedera lainnya.
Analisis forensik, jika diperlukan, petugas juga akan melakukan pemeriksaan forensik guna mencari jejak DNA pelaku, seperti darah, cairan ejakulasi, rambut, dan lainnya.
Kondisi psikis, kondisi psikis korban juga akan diperiksa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari tahu apakah ada tanda-tanda gangguan psikis pada korban, seperti trauma, depresi, dan lainnya.
Pelaporan hasil, hasil visum akan langsung diberikan pada penyidik yang menangani kasus kekerasan tersebut.
Namun, korban maupun pendampingnya (seperti keluarga atau teman dekat) bisa mendapatkan rangkumannya dengan mengajukan permohonan tertulis.
Rangkuman hasil pemeriksaan dapat digunakan sebagai salah satu berkas rujukan maupun kepentingan lain.
Perawatan lanjutan, sesudah hasil visum diperoleh, korban mungkin akan disarankan untuk menjalani perawatan lanjutan agar cederanya bisa sembuh dengan baik. Korban juga mungkin perlu mendapatkan pendampingan secara psikologis.
Setelah seluruh rangkaian tes selesai, dokter akan membuat laporan atau kesimpulan medis berdasarkan hasil yang ditemukan.
Batas waktu untuk dokter menyerahkan hasil visum kepada penyidik yaitu 20 hari, dan jika pemeriksaan masih belum selesai, akan ditambah menjadi 40 hari atas persetujuan penuntut umum.
Tinggalkan Balasan