Dia berhasil melarikan diri dan memasuki wilayah Korut.
Sampai saat ini, motif King melintasi perbatasan dengan cara yang tak biasa ini masih belum jelas.
Apakah ada alasan pribadi atau motif politik yang mendorongnya untuk melakukan tindakan tersebut masih menjadi misteri.
Angkatan Darat AS telah merilis identitasnya dan memberikan informasi terbatas tentang kasus ini setelah keluarga King diberitahu.
Namun, beberapa pejabat AS memberikan beberapa rincian tambahan, namun dengan syarat anonimitas karena sensitivitas masalah ini.
Kasus perbatasan antara AS atau Korsel yang menuju Korut memang jarang terjadi.
Meskipun lebih dari 30.000 warga Korea Utara telah melarikan diri ke Korea Selatan untuk menghindari penindasan politik dan kesulitan ekonomi sejak akhir Perang Korea tahun 1950-1953, kejadian seorang anggota militer AS melintasi perbatasan menuju Korut merupakan hal yang langka.
Desa perbatasan Panmunjom, yang terletak di dalam Zona Demiliterisasi seluas 248 kilometer, selama ini telah diawasi bersama oleh Komando PBB dan Korea Utara sejak didirikan pada akhir Perang Korea.
Tempat ini terkadang menjadi lokasi pertumpahan darah, namun juga menjadi ajang diplomasi dan pariwisata.
Gubuk biru yang menjadi ikonik dengan mengangkangi lempengan beton yang membentuk garis demarkasi, menjadi daya tarik bagi para pengunjung dari kedua belah pihak yang ingin melihat perbatasan terakhir Perang Dingin.
Namun, perlu diketahui bahwa tidak ada warga sipil yang tinggal di Panmunjom.
Tentara dari Korea Utara dan Korea Selatan berhadapan di sana, sementara para turis di kedua sisi saling berfoto.
Sebelum pandemi virus corona, tur ke sisi selatan desa Panmunjom menarik sekitar 100.000 pengunjung setiap tahunnya.
Namun, saat ini kunjungan telah dibatasi karena adanya pandemi, dan turis hanya dapat berkunjung dengan pembatasan ketat untuk memperlambat penyebaran Covid-19.
Insiden melintasnya prajurit AS Travis King ke wilayah Korut menjadi perhatian internasional karena kompleksitas hubungan antara kedua negara tersebut.
Kedua belah pihak harus berhati-hati dalam menangani situasi ini agar tidak menimbulkan eskalasi ketegangan yang lebih tinggi.
Diperlukan transparansi dan komunikasi yang baik antara AS, Korsel, dan Korut untuk mencari solusi yang terbaik agar perdamaian dan stabilitas di kawasan tetap terjaga.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan