Kapal pinisi digunakan sebagai sarana transportasi dan perdagangan yang memungkinkan suku Bugis menjelajahi perairan nusantara dan berinteraksi dengan berbagai budaya dan bangsa lain.
Kapal pinisi memiliki karakteristik yang khas, terbagi menjadi dua jenis berdasarkan bentuk lambungnya.
Pertama, palari, merupakan bentuk awal dari kapal pinisi dengan lunas yang lebih lebar dan kemudi di samping, mirip dengan kapal Padewakang yang digunakan untuk penangkapan ikan.
Kedua, lamba atau lambo, adalah jenis pinisi modern yang tetap bertahan hingga saat ini.
Lambung kapal ini telah dilengkapi dengan motor diesel, memudahkan manuver dan pelayaran.
Dalam menjelajah perairan, kapal pinisi memiliki beberapa bagian utama yang menjadi ciri khasnya.
Anjong, segitiga penyeimbang di bagian depan kapal, memberikan kestabilan dan keseimbangan saat berlayar.
Sombala, layar utama yang besar dengan ukuran mencapai 200 meter, menjadi daya tarik utama kapal pinisi.
Selain itu, terdapat juga tanpasere, layar kecil berbentuk segitiga yang ada di setiap tiang utama, cocoro pantara, cocoro tangnga, dan tarengke sebagai layar bantu di bagian depan, tengah, dan belakang kapal.
Proses pembuatan kapal pinisi melibatkan keahlian tinggi dan upaya kolaboratif antara pembuat kapal dan masyarakat setempat.
Mulai dari pemilihan kayu yang tepat hingga proses pembentukan lambung dan pemasangan layar, setiap langkah dalam pembuatan kapal pinisi dilakukan dengan kehati-hatian dan tradisi yang terus dijaga.
Fungsi kapal pinisi telah berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Selain sebagai sarana transportasi dan perdagangan, kapal pinisi juga menjadi daya tarik wisata.
Banyak turis, baik lokal maupun mancanegara, yang tertarik untuk menjelajahi perairan Indonesia dengan kapal pinisi dan menikmati keindahan alam serta keberagaman budaya yang ditawarkan.
Namun, dalam menjalankan kegiatan pelayaran, keselamatan tetap menjadi hal yang utama.
Bagi pemilik dan operator kapal pinisi, menjaga kondisi kapal dan melengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai adalah kewajiban yang harus diemban.
Selain itu, pengawasan dan regulasi dari pihak berwenang juga diperlukan guna memastikan keamanan pelayaran kapal pinisi.
Kapal pinisi bukan hanya sekadar kapal tradisional, tetapi juga merupakan warisan budaya yang berharga bagi Indonesia.
Keindahannya, sejarahnya, dan peranannya dalam menjaga hubungan antarbudaya melalui perairan nusantara menjadikan kapal pinisi sebagai aset budaya yang perlu diapresiasi dan dilestarikan.
Dengan adanya perhatian yang terus diberikan pada kapal pinisi, diharapkan keberadaannya dapat terus menginspirasi dan menjadi ikon kebanggaan Indonesia.
Seiring dengan itu, upaya pemeliharaan, pengembangan, dan penggunaan kapal pinisi dalam sektor pariwisata harus senantiasa diiringi dengan komitmen untuk melestarikan warisan budaya dan menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan Indonesia.
Tinggalkan Balasan