KABARKIBAR.ID- Prancis telah diguncang oleh serangkaian protes sejak Sabtu, 1 Juli 2023, setelah seorang remaja berusia 17 tahun bernama Nahel M keturunan Aljazair ditembak mati oleh polisi dalam jarak dekat pada hari Selasa.
Pembunuhan Nahel M telah memicu kerusuhan di berbagai kota di Prancis, termasuk kota Nanterre di sebelah barat Paris, tempat dia dibesarkan.
Nahel, seorang anak tunggal yang tinggal bersama ibunya, bekerja sebagai supir pengiriman makanan dan bermain di liga rugby Pirates of Nanterre.
Dia juga terdaftar di sebuah perguruan tinggi di Suresnes untuk belajar menjadi tukang listrik.
Masyarakat Nanterre sangat mengenal Nahel, yang merupakan keturunan Aljazair.
Dia dicintai oleh banyak orang dan tampaknya tidak pernah mengenal ayahnya.
Meskipun catatan kehadirannya di perguruan tinggi buruk, dia tidak memiliki catatan kriminal, namun dikenal oleh polisi.
Sebelum pergi bekerja pada Selasa pagi, Nahel memberikan ciuman besar kepada ibunya dengan mengucapkan kata-kata “Aku mencintaimu, Bu”.
Namun, tak lama setelah pukul sembilan pagi, dia ditembak mati di dada dari jarak dekat saat sedang mengemudi mobil Mercedesnya selama pemeriksaan lalu lintas oleh polisi.
Ibunya, Mounia, tidak dapat memahami apa yang terjadi.
“Apa yang akan saya lakukan sekarang? Saya mencurahkan segalanya untuk dia. Saya hanya punya satu anak, saya tidak punya sepuluh. Dia adalah hidup saya, sahabat saya.” Dengan kesedihan, dia bertanya,
Neneknya menyebut Nahel sebagai “anak yang baik dan baik hati”.
Nahel juga terlibat dalam program integrasi untuk remaja yang menghadapi kesulitan di sekolah, yang dijalankan oleh sebuah asosiasi bernama Ovale Citoyen.
Program ini bertujuan untuk membantu orang-orang dari daerah terpencil dengan memberikan kesempatan magang, dan Nahel sedang belajar menjadi tukang listrik melalui program ini.
Presiden Ovale Citoyen, Jeff Puech, adalah salah satu orang dewasa di lingkungan sekitar yang sangat mengenal Nahel.
Beberapa hari sebelum kejadian tragis itu, Puech masih bertemu dengannya dan menggambarkannya sebagai “anak yang menggunakan rugby untuk bertahan hidup”.
Puech memuji sikap dan dedikasi Nahel yang merupakan contoh yang baik, jauh dari gambaran buruk yang dipublikasikan di media sosial setelah kematiannya.
Setelah kepergiannya, seorang petugas ambulans bernama Marouane mengungkapkan kekesalannya terhadap seorang petugas polisi.
Ia menjelaskan bahwa dia mengenal Nahel dan melihatnya sebagai adik laki-lakinya.
Marouane menyaksikan Nahel tumbuh menjadi anak yang baik hati dan siap membantu.
Ia berkata kepada wartawan bahwa Nahel tidak pernah menyakiti siapa pun dan tidak pernah terlibat dalam kekerasan.
Tinggalkan Balasan