Bekasi, KabarKibar.id – Penyekapan sebanyak 20 Warga Negara Indonesia (WNI) di Myanmar dan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Mereka tidak terdaftar secara resmi atau ilegal dan merupakan korban sindikat penipu online.

Para korban dilaporkan mengalami kekerasan fisik hingga psikis.

Awal mula terungkapnya kejadian ini bermula dari adanya video viral di media sosial yang menunjukkan penyekapan terhadap 20 WNI tersebut.

Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, membenarkan bahwa 20 WNI itu adalah korban scamming online yang menjanjikan peluang kerja.

Modus penipuan ini menyasar para korban dengan menyediakan informasi tentang pekerjaan yang menjanjikan dengan gaji tinggi.

Namun, setelah sampai di Myanmar, para korban mengetahui bahwa pekerjaannya tidak sesuai dengan yang dijanjikan dan diharuskan bekerja selama 18 jam dengan gaji yang tidak sesuai.

Benny Rhamdani mengatakan bahwa para korban tersebut merupakan korban penempatan ilegal dan terkategori PMI terkendala karena tidak berproses secara resmi dan tidak terdata di SISKOP2MI.

Dia juga mengatakan bahwa Myanmar bukanlah negara tujuan penempatan.

BP2MI masih mengupayakan kepulangan 20 WNI tersebut ke Tanah Air.

Korban TPPO seringkali menjadi sasaran sindikat kejahatan internasional yang tidak hanya menjanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi, tetapi juga menawarkan kemudahan proses keimigrasian.

Mereka juga seringkali tidak menyadari risiko yang akan dihadapi di negara tujuan, seperti kekerasan fisik dan psikis, kerja paksa, dan eksploitasi seksual.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus meningkatkan kesadaran tentang bahaya TPPO dan mengambil langkah-langkah preventif yang tepat untuk mencegahnya.

Pemerintah Indonesia juga perlu meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap agen penyalur tenaga kerja ke luar negeri agar terhindar dari penipuan dan kekerasan yang mungkin dialami oleh para PMI.

Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan perlindungan dan dukungan kepada para korban TPPO, termasuk dalam hal penyediaan bantuan hukum dan rehabilitasi psikologis.