KABARKIVAR.ID- Pencarian kapal selam Titan yang hilang saat menjelajahi bangkai Titanic di Samudera Atlantik masih berlanjut dan belum berhasil menemukan jejaknya.

Meskipun dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih seperti GPS dan radar, pencarian ini tetap rumit dan sulit.

GPS dan radar biasanya digunakan untuk melacak objek yang hilang di daratan, karena sinyalnya dapat berjalan dengan lancar melalui udara.

Namun, dalam kasus pencarian di dalam air, terutama di kedalaman laut tertentu, medium yang lebih padat seperti air menghambat gelombang elektronik yang digunakan oleh sistem pelacak seperti GPS dan radar.

Air memiliki kepadatan yang lebih tinggi dan jumlah molekul yang jauh lebih banyak daripada udara.

Hal ini menyebabkan gelombang elektronik sulit menembus air dengan baik.

Oleh karena itu, GPS dan radar tidak dapat berfungsi dengan baik di kedalaman laut tertentu.

Untuk mengatasi hambatan ini, kapal selam menggunakan teknologi sonar yang menggunakan gelombang suara.

Sonar bekerja dengan cara mengirimkan gelombang suara ke dalam air dan memantulkannya kembali ketika mengenai objek.

Mesin sonar kemudian menganalisis gema yang dihasilkan untuk menentukan lokasi objek tersebut.

Sonar merupakan metode yang efektif dalam melacak objek di dalam air karena suara dapat menyebar jauh di dalam air tanpa kehilangan sinyalnya.

Dalam upaya pencarian kapal selam Titan, kapal dan pesawat penyelamat telah dilengkapi dengan teknologi sonar.

Namun, menurut Direktur Angkatan Laut Australia, Frank Owen, sistem sonar memiliki batasan dalam pencarian objek yang berada di dasar laut.

Biasanya, sistem peralatan sonar hanya dapat berfungsi hingga kedalaman sekitar 2.011 meter, sementara bangkai Titanic berada di kedalaman sekitar 3.800 meter.

Jika lokasi kapal selam Titan ternyata berada di kedalaman yang lebih dalam, maka sistem sonar juga tidak akan dapat berfungsi secara optimal.

Meskipun demikian, teknologi sonar berhasil mendeteksi adanya “feedback akustik” atau dentuman di sekitar area pencarian.