Samsudin mengatakan setiap anak membayar uang study tour itu ke setiap wali kelas mereka.

Kemudian setelah itu, para wali kelas menyetor ke pihak EO.

“Setiap kelas mengumpulkan iuran buat berangkat. Biaya ini sebenarnya dipegang oleh guru wali kelas, yang kemudian disetor oleh guru yang ditunjuk,” ujarnya.

Menurut keterangan Samsudin, EO menerima uang dengan total sebesar Rp. 474 juta, namun nasib sialnya adalah para siswa tersebut tidak kunjung berangkat.

Nasib Kondisi 288 Siswa yang Jadi Korban Diduga Penipuan

SM (43 tahun), orang tua salah satu siswa, mengatakan para siswa menangis begitu tahu mereka tidak jadi pergi.

Pasalnya, para siswa sudah mempersiapkan segala kebutuhan liburannya jauh-jauh hari.

Apalagi, selama hampir dua tahun masa pandemi Covid-19, mereka tidak diperbolehkan keluar untuk jalan-jalan.

“(Keadaan anak-anak) ketika mereka tidak bisa pergi kemarin, mereka semua menangis, sedikit murung karena sudah siap jauh-jauh hari,” kata SM.

SM mengungkapkan harapan orang tua agar pihak sekolah juga harus bertanggung jawab.

“Sekolah juga harus bertanggung jawab. Karena EO itu kan engga mungkin bisa masuk (tiba-tiba) ke sekolah tanpa izin dari pihak sekolah,” ujarnya.

Kasus Penipuan Ini Dilapor ke Pihak Kepolisian

Dalam laporan ke polisi, pihak sekolah melampirkan bukti-bukti yang mendukung laporan tersebut, antara lain bukti bahwa EO sudah menerima uang senilai Rp. 474 juta.

“Pertama, sebuah proposal tawaran dari EO, lalu kedua kita juga ada kuitansi sebesar yang diterima hingga Rp. 474 juta,” kata Samsudin.

“Ketiga, nota bersama penyelenggaraan study tour ini sama untuk diikuti oleh para saksi,” tambahnya.

MAN 1 Kota Bekasi mengajukan gugatan perdata terhadap EO atas dugaan penipuan dan penggelapan.

“Tadi malam, saya secara resmi melaporkan ini ke Posek Bekasi Utara terkait dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan,” kata Samsudin.

Samsudin mengatakan akan terus mendampingi proses hukum hingga setiap para siswa terdampak mendapatkan kembali haknya. ***