Vietnam juga menjadi salah satu tempat terpanas dengan rekor 44,2 derajat Celcius.
Suhu di Filipina juga berada dalam kisaran berbahaya, banyak siswa yang istirahat dari sekolah karena takut terkena heatstroke.
Namun, secara global, 2023 tetap menjadi tahun terpanas kedua yang tercatat hingga saat ini, setelah 2016. Laporan suhu panas umum terjadi di Asia.
“Cuaca secara signifikan lebih panas daripada rata-rata di sebagian besar daratan termasuk Afrika Utara, Rusia barat daya, dan sebagian besar Asia, tempat banyak rekor suhu tinggi baru untuk bulan Maret ditetapkan,” kata WMO.
“Suhu di atas rata-rata juga terjadi di Amerika Utara bagian timur laut, Argentina dan negara-negara tetangga, serta sebagian besar Australia dan pesisir Antartika.” Tambahnya.
Penyebab Panasnya Cuaca di Asia Tenggara
Sebuah studi baru oleh para ahli iklim internasional meneliti suhu maksimum rata-rata dan indeks panas maksimum, termasuk kelembapan.
“Di kedua wilayah, para peneliti menemukan bahwa perubahan iklim membuat gelombang panas lembap setidaknya 30 kali lebih mungkin terjadi, dengan suhu setidaknya 2 derajat Celcius lebih panas daripada tanpa perubahan iklim,” menurut WWA dalam laporannya.
“Sampai total emisi gas rumah kaca berhenti, suhu global akan terus meningkat dan kejadian seperti ini akan semakin sering terjadi dan semakin parah,” tambahnya.
Analisis tersebut juga mengungkapkan bahwa peristiwa seperti yang terjadi di India dan Bangladesh, yang biasanya terjadi sekali setiap abad, kini dapat terjadi setiap lima tahun karena perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
Untuk Laos dan Thailand, jika suhu global meningkat 2 derajat Celcius, seperti yang akan terjadi dalam waktu sekitar 30 tahun, kalau emisi tidak dikurangi dengan cepat, peristiwa ekstrem seperti itu dapat terjadi setiap 20 tahun. Dibandingkan dengan tren saat ini, yang dimana dua kali dalam satu abad.
“Kami telah berulang kali menemukan bahwa perubahan iklim secara dramatis meningkatkan frekuensi dan intensitas gelombang panas, salah satu peristiwa cuaca paling mematikan yang pernah ada,” kata Friederike Otto dari Institut Perubahan Iklim dan Lingkungan Grantham, yang ikut dalam penelitian tentang panas ini. ***
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan