Poin kedua dalam revisi aturan ini adalah menetapkan harga minimum pembelian barang sebesar 100 dollar AS dalam sosial commerce.

Hal ini bertujuan untuk mengatur transaksi dan mencegah produk dengan harga terlalu rendah beredar di pasar.

“Kami membatasi harga minimal pembelian barang menjadi 100 dollar AS. Jika harga barang hanya sekitar Rp 5.000, itu tidak diperbolehkan. Harga minimalnya harus mencapai Rp 1,5 juta. Produk dengan harga 5 dollar AS atau 10 dollar AS akan kami batasi. Hanya barang dengan harga minimal 100 dollar AS yang diperbolehkan,” jelas Mendag Zulhas.

Selain itu, Mendag Zulhas juga menegaskan bahwa platform digital tidak diperbolehkan menjadi produsen, karena regulasi izin yang berlaku berbeda-beda untuk platform dan produsen.

“Platform digital tidak boleh menjadi produsen karena regulasi izin yang berlaku berbeda untuk keduanya,” papar Mendag Zulhas.

Sebelumnya, Digital Economy Researcher INDEF, Nailul Huda, telah meminta Kementerian Perdagangan untuk segera merevisi aturan nomor 50 tahun 2022.

Aturan tersebut tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Permintaan ini disampaikan mengingat banyaknya produk impor yang dijual di Indonesia melalui sosial commerce seperti aplikasi TikTok.

Huda menjelaskan bahwa impor meningkat seiring dengan boomingnya sosial commerce dan e-commerce.

Banyak data yang menunjukkan bahwa hingga 95 persen produk e-commerce berasal dari impor, meskipun penjualnya mungkin berasal dari dalam negeri, tetapi produk yang dijual adalah impor, terutama dari China.

Hal ini menjadi salah satu isu yang perlu dibahas dalam revisi Permendag Nomor 50 agar dapat mengatur dan mengawasi perdagangan melalui sistem elektronik dengan lebih efektif.