Kasus yang melibatkan pesantren yang terletak di Indramayu, Jawa Barat, ini telah mencuat sejak tahun 2002 yang lalu.

“Kami akan menindaklanjuti kasus ini dengan serius.”

“Kasus Al Zaytun tidak boleh berlarut-larut selama 20 tahun seperti sekarang, karena sejak tahun 2002 mereka muncul dan menghilang berkali-kali.”

“Mereka muncul lagi menjelang pemilu,” ujar Mahfud saat diwawancarai di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada hari Selasa, 11 Juli 2023.

Mahfud menyatakan bahwa pemerintah ingin menyelesaikan kasus Pondok Pesantren Al Zaytun dengan syarat ponpes tersebut tetap beroperasi.

“Marilah kita akhiri sekarang dengan syarat bahwa Al Zaytun, sebagai pesantren, tidak akan dibubarkan,” kata Mahfud.

“Pemerintah mengakui bahwa pesantren ini memiliki kontribusi positif, oleh karena itu kita akan mendukung dan memperbaiki kurikulumnya jika ada kekurangan dalam pelaksanaannya,” kata Mahfud.

Selain itu, Mahfud juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan menangani dugaan tindak pidana yang melibatkan pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, yaitu Panji Gumilang.

Dalam proses penyelidikan, Bareskrim (Badan Reserse Kriminal Polri) telah mengungkapkan adanya tindak pidana ujaran kebencian yang terkait dengan kasus ini.

Dua tindak pidana yang terkait dengan Panji Gumilang tersebut akan disertakan dalam satu berkas perkara.

Pondok Pesantren Al Zaytun telah menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir karena berbagai kontroversi yang melingkupinya.

Ichsan Abdullah, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, menyatakan bahwa Pondok Pesantren Al Zaytun memiliki afiliasi dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII).

Kesimpulan ini dihasilkan oleh MUI 11 tahun yang lalu dalam laporan penelitian yang dilakukan pada tahun 2002.

“Hasil penelitian MUI secara jelas menunjukkan adanya indikasi atau afiliasi Pondok Pesantren Al Zaytun dengan gerakan NII.”

“Itu sangat jelas,” kata Ichsan saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, pada hari Rabu, 21 Juni 2023.