KABARKIBAR.ID- Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan bahwa sosok Panji Gumilang dan Pesantren Al Zaytun merupakan bagian dari rentetan gerakan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia (NII) yang pertama kali dicetuskan oleh Kartosoewirjo.

Dalam acara Halaqah Ulama Nasional yang diselenggarakan di Pesantren Sunan Drajat, Lamongan pada hari Rabu, Mahfud MD menyatakan, “Di awal kemerdekaan Indonesia, banyak pejuang dari kalangan Islam yang merasa terpinggirkan dan tidak dapat berperan dalam pemerintahan yang baru. Hal ini disebabkan oleh politik pendidikan yang cenderung diskriminatif yang diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hanya mereka yang memiliki ijazah dari kalangan Islam yang bisa masuk ke dalam pemerintahan.”

“Banyak pejuang, generasi muda, dan tokoh Islam yang tidak dapat menemukan tempat dalam tugas-tugas pemerintahan negara yang baru. Akibatnya, banyak kalangan Islam yang memilih untuk kembali ke pesantren dan fokus pada pendidikan para santrinya. Namun, ada juga yang merasa marah karena merasa tidak terakomodasi.” Tambahnya Mahfud MD.

Selain itu, marginalisasi kalangan Islam dalam pemerintahan negara baru Indonesia ini menimbulkan kemarahan di kalangan Islam, salah satunya adalah Kartosoewirjo yang kemudian mendirikan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (NII).

“Perjuangan Kartosoewirjo untuk mendirikan Negara Islam Indonesia berlanjut, dan masih berdampak hingga saat ini, seperti yang terjadi dalam kontroversi seputar Panji Gumilang. Jadi, Panji Gumilang pada awalnya merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia,” jelasnya.

Mahfud menjelaskan bahwa NII merupakan organisasi yang tak berbentuk secara terlihat, tetapi memiliki struktur yang terdiri dari syekh sebagai pemimpin, gubernur, menteri, bupati, hingga camat.

Pemikiran Kartosoewirjo dan kelanjutannya akhirnya diketahui oleh pemerintah.

Meskipun NII yang diprakarsai oleh Kartosoewirjo dianggap telah berakhir, namun pemerintah mengetahui bahwa NII masih eksis meski telah diberantas di berbagai tempat.

Oleh karena itu, pemerintah melakukan operasi untuk melemahkan NII dengan memecah belah dan memicu konflik antar NII.

“Pemerintah mengetahui hal itu, sehingga pada awal tahun 1970-an, pemerintah melakukan operasi untuk memecah dan memicu konflik antara NII dengan NII. Itu adalah operasi yang dilakukan oleh Ali Moertopo,” ungkap Mahfud.

“Memang dulu terjadi seperti itu, ada komando jihad, ada orang yang dipancing untuk berkumpul dan kemudian disuruh membuat resolusi, membuat pernyataan yang keras. Setelah itu, mereka ditangkap dan kemudian dihadirkan sebagai komando jihad yang sama dengan NII sebelumnya. Saya mendengarnya langsung dari sumbernya,” tambahnya.

Lebih lanjut, Mahfud mengungkapkan bahwa NII hasil operasi dan manipulasi pemerintah saat itu, salah satunya memiliki wilayah yang sekarang dikenal sebagai Al Zaytun.

“Memicu konflik antara NII dengan NII, jika kita menggunakan selawat yang dikenal oleh kalangan NU, mirip dengan selawat Asyghil: ‘Wa asyghilid dholimin bid dholimin’. Dengan memicu konflik antara NII dengan NII, akhirnya NII akan hancur sendiri,” paparnya.

Kemudian, setelah merasa nyaman dengan pemerintah dan merasa aman, Panji Gumilang memutuskan untuk memisahkan diri dan membentuk entitas baru, yang kemudian menjadi seperti yang kita kenal sebagai Al-Zaytun saat ini.

Mahfud menyatakan bahwa di balik semua ini, terdapat latar belakang sejarah dan masih banyak pengikut yang memegang teguh ideologi tersebut.

Mahfud MD Minta Kasus Panji Gumilang Cepat Diselesaikan

Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, meminta agar kasus Pondok Pesantren Al Zaytun segera diselesaikan tanpa menutup ponpes tersebut.