Kemudian, kata Djuhandani, para korban ditinggalkan dengan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun.
Tepat ketika masa visa berakhir, perusahaan memperpanjang visa sebagai visa kerja selama 6 bulan.
Korban yang mengetahui hal itu pun melapor ke pihak Politeknik yang mengutusnya.
Bukannya membantu para mahasiswa pulang, pihak Politeknik itu malah mengancam korban.
“Ketika kerjasama antara Politeknik dan perusahaan Jepang rusak, korban akan diancam Drop Out (DO),” kata Djuhandani.
Djuhandani menegaskan, politeknik tersebut terdaftar di dinas pendidikan setempat.
Kegiatan Belajar Mengajar di Politeknik itu Masih Berjalan
Kegiatan belajar mengajar di Politeknik itu saat ini masih berlangsung seperti biasanya.
Namun, hanya saja untuk program magang ke luar negerinya saat telah diberhentikan.
Atas tindakan yang dilakukan para tersangka, mereka dijerat Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600 juta.
Selanjutnya, Pasal 11 UU RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp. 600 juta.
Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, Sumatera Barat, John Defri, memberi respon terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkanmahasiswa magang yang datang ke Jepang.
John bersaksi bahwa kasus tersebut sedang ditangani oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Kasus ini sedang saya selidiki karena terjadi sebelum saya menjadi direktur,” kata John saat dimintai keterangan, Rabu, 28 Juni 2023.
Menurut John, kejadian ini terjadi pada tahun 2020-2021 di masa pandemi Covid-19.
Saat itu, dia mengaku belum menjadi direktur.
Tinggalkan Balasan