Alfred mengungkapkan, pemblokiran di trotoar jelas memakan hak kepentingan pejalan kaki.

Pejalan kaki mau tidak mau harus mengalah dan berjuang di ujung jalan dengan kendaraan lain yang melintasi jalan tersebut.

Situasi ini menjadi perhatian yang penting, apalagi pada saat jam sibuk.

“Karena banyak volume pejalan kaki di pagi dan sore hari, hanya ada cone traffic sebagai proteksi. Dan bulan lalu, saya sempat menyelamatkan seorang tukang ojek online yang terjatuh di sana karena menghindari pejalan kaki di batas traffic cone.” katanya.

Alfred mengaku tidak ada masalah dengan pihak Kedutaan Besar AS.

Padahal seharusnya pemerintah Indonesia dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta lah yang harus turun taran untuk memenuhi hak pejalan kaki.

“Karena Dinas Bina Marga baru membangun trotoar Jalan Medan Merdeka Selatan, kenapa terputus? Mengapa sampai ke Istana Wakil Presiden dan tidak sampai ke Jalan Medan Merdeka Selatan? Ini hanya masalah komunikasi, tinggal bersurat resmi,” katanya.

Trotoar Depan Kedubes AS Berbeda dengan yang Lain

Berbeda dengan akses jalan yang tertutup, trotoar di depan Kedutaan Besar AS berbeda dengan trotoar di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan.

“Yang memprihatinkan adalah lalu lintas pejalan kaki di sana sangat tinggi, semua pejalan kaki mempertaruhkan nyawanya di depan Kedutaan Besar AS karena harus masuk ke jalan utama dan tidak ada tindakan proteksi,” katanya.

Alfred juga menyarankan untuk membuka pintu depan kedutaan AS yang diblokir. Selain itu, revitalisasi trotoar harus terus dilakukan.

“Solusi sederhananya buka dulu trotoar, beri akses pejalan kaki ke sana, dan segera bangun lanjutan trotoar yang tersisa ke arah Ridwan Rais. Kemudian kita dapat berbicara tentang keamanan teknis bisa dari Kemenlu dan kedutaan,” katanya. ***