KABARKIBAR.ID — Aan Diniyati (40) harus berjalan kaki sekitar 10 kilometer pulang pergi dua hari dalam seminggu untuk mengantar suaminya, Nurohman (56), yang duduk di kursi roda, berobat, dan menjalani sesi cuci darah di RS Bhakti Asih Brebes, Jawa Tengah.
Nurohman mengalami gagal ginjal dan harus menjalani perawatan serta cuci darah setiap Rabu dan Sabtu.
Aan dengan penuh kesabaran mendorong kursi roda dari rumah mereka di RT 005 RW 001 Desa Kertabesuki, Kecamatan Wanasari, Brebes.
Aan menghadapi beberapa kendala dalam perjalanan ini.
Selain tidak mampu menyewa kendaraan, ia juga mengaku tidak ingin merepotkan orang lain.
Meskipun pemerintah desa menyediakan mobil ambulans, Aan enggan memanfaatkannya.
Ia mengambil tanggung jawab sendiri untuk mengantar suaminya dengan berjalan kaki, meski itu membutuhkan waktu dan tenaga yang besar.
Nurohman menceritakan bahwa awalnya ia menderita penyakit kencing manis pada tahun 2007, dan akhirnya didiagnosis menderita gagal ginjal. Dokter merekomendasikan agar ia menjalani sesi cuci darah secara rutin.
“Awalnya, saya harus rutin periksa karena diabetes. Pada tahun 2016, kaki saya mulai membengkak dan dokter menyarankan agar saya menjalani sesi cuci darah hingga sekarang,” ujar Nurohman kepada para wartawan di RS Bhakti Asih, Brebes, pada Sabtu (10/6/2023).
Kisah Aan dan Nurohman mencerminkan keteguhan dan ketulusan seorang istri yang rela berjalan kaki berjam-jam demi mendampingi suaminya mendapatkan perawatan yang dibutuhkannya.
Meskipun harus melalui perjuangan yang melelahkan, Aan tetap tegar dan tak kenal lelah dalam membantu suaminya.
Tindakan Aan yang berjalan kaki sejauh 10 kilometer pulang pergi juga menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pedesaan, terutama dalam akses pelayanan kesehatan.
Keterbatasan sarana transportasi di daerah tersebut membuat mereka harus mencari solusi sendiri, meskipun itu berarti menghadapi perjalanan yang panjang dan melelahkan.
Kisah ini juga memunculkan pertanyaan tentang aksesibilitas dan pemerataan pelayanan kesehatan di daerah pedesaan.
Diperlukan perhatian dan upaya dari pemerintah dan pihak terkait untuk memastikan bahwa masyarakat di daerah terpencil juga mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Kita patut mengapresiasi kekuatan dan keteguhan Aan dalam menjalani perjalanan yang sulit ini demi suaminya.
Kisah mereka mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan, dukungan, dan cinta dalam menghadapi cobaan hidup.
Sebelum Awal Menikah Telah Menderita Diabetes
Aan Diniyati mengungkapkan bahwa sebelum menikah, suaminya sudah menderita diabetes. Namun, kondisinya memburuk pada tahun 2016 ketika kakinya mulai membengkak.
Sejak saat itu, suaminya harus menjalani sesi cuci darah secara rutin.
“Mulai tahun 2016, kami rutin melakukan cuci darah atas rekomendasi dokter, dan hingga sekarang masih dilakukan,” kata Aan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan