KABARKIBAR.ID- Pulau Rempang, salah satu pulau indah di Kepulauan Riau, menjadi saksi dari bentrokan antara warga setempat dan aparat kepolisian pada Kamis, 7 September 2023.
Bentrokan tersebut terjadi ketika sekitar 1.000 personel kepolisian dikerahkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran di pulau ini, meskipun masih mendapat penolakan keras dari warga setempat.
Pengukuran ini menjadi sumber konflik antara warga dan otoritas setempat karena pengukuran tersebut akan berdampak pada penggusuran sejumlah pemukiman warga di Pulau Rempang.
Kawasan yang sebelumnya dihuni oleh ribuan warga ini direncanakan akan dijadikan kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata.
Warga Pulau Rempang merasa khawatir bahwa pengukuran ini akan mengakibatkan penggusuran paksa dan hilangnya tempat tinggal mereka.
Penolakan tersebut berujung pada bentrokan antara aparat kepolisian yang bertugas mengamankan pengukuran dan warga yang menentangnya.
Dalam kerusuhan tersebut, sejumlah warga dilaporkan mengalami luka-luka, dan enam orang warga bahkan diamankan oleh pihak kepolisian.
Untuk mencegah situasi semakin memanas, sekolah-sekolah di Pulau Rempang memutuskan untuk memulangkan anak-anak lebih awal agar terhindar dari potensi konflik.
Peristiwa ini telah mencuatkan reaksi keras dari sejumlah elemen masyarakat dan organisasi non-pemerintah.
Organisasi lingkungan seperti WALHI Nasional, YLBHI, PBHI, KIARA, WALHI Riau, LBH Pekanbaru, Indonesia for Global Justice (IGJ), dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mengecam tindakan represif aparat terhadap warga Pulau Rempang.
Dalam sebuah pernyataan resmi, WALHI Nasional menyebutkan bahwa tindakan pengukuran dan pemasangan patok tanah yang dilakukan oleh BP Batam dan instansi lainnya merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan melanggar hukum serta hak asasi manusia.
Mereka menekankan pentingnya menyelesaikan masalah ini dengan pendekatan yang lebih adil dan berbasis hak asasi manusia.
Sementara itu, pihak Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kepulauan Riau, menyatakan komitmennya untuk menyediakan lahan baru bagi warga Rempang yang akan direlokasi sebagai bagian dari pengembangan Kawasan Rempang Eco City.
Muhammad Rudi, Kepala Badan BP Batam, menjelaskan bahwa relokasi akan dilakukan dengan memperhatikan kesejahteraan warga yang terkena dampak.
“Kami tidak akan memindahkan bapak dan ibu begitu saja,” kata Muhammad Rudi.
Ia juga menambahkan bahwa jika hunian baru belum selesai, warga yang direlokasi akan mendapatkan hunian sementara dan biaya hidup yang akan ditanggung setiap bulan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan