Dalam buku tersebut digambarkan bahwa remaja cenderung lebih banyak mendengarkan pendapat teman-temannya dibandingkan orangtua. Yang jadi persoalan, remaja tak siap menerima dan menyaring pengaruh tersebut.
Neufeld dan Maté mengungkapkan, tantangan remaja masa kini jauh lebih berat dibanding generasi sebelumnya. Tekanan dari lingkungan pertemanan bisa datang dalam berbagai bentuk, mulai dari tuntutan untuk mengikuti tren hingga dorongan mengambil keputusan berisiko.
Remaja Butuh Orangtua Open Minded
Aisha Tiara Pratiwi, siswi SMK Negeri 63 di Jakarta Selatan, mengungkap, hasil survei yang dilakukan kepada teman-teman sebayanya mengungkapkan, beberapa sumber masalah komunikasi remaja dengan orangtua, yakni kurangnya waktu bersama, rasa takut dihakimi saat bercerita, hingga dominasi orangtua dalam percakapan.
“Padahal, harapan remaja sederhana, punya waktu berkualitas dengan orangtua, didengar tanpa dipotong, saling memahami, dan orangtua harus open-minded,” kata Aisha yang menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.
Sementara Herman Josisi Mokalu atau Yosi P. Project mengatakan, dirinya sebagai orangtua mengingatkan bahwa digitalisasi kini menjadi “habitat” generasi muda. Akibatnya, komunikasi rentan terganggu oleh perbedaan gaya bahasa, dan anak mudah terpengaruh arus instan.
“Solusinya adalah menyambungkan bahasa komunikasi, memberi edukasi nilai dengan cara yang mereka mengerti, serta mengatur waktu agar prioritas keluarga tetap terjaga,” katanya.
Menurut psikolog anak, Johana Rosalina K. PhD, remaja di era saat ini sedang berada pada fase perubahan besar yakni fisik, kognitif, dan emosional yang membuat mereka rawan kebingungan dalam mengambil keputusan.
“Paparan media sosial kerap menambah beban, memunculkan kebingungan identitas, bahkan memicu stres,” kata Johana.
Atas kondisi ini, Johana mengajak orangtua menerapkan positive parenting yakni membangun hubungan yang kuat, komunikasi demokratis, disiplin positif, dan memberi contoh nyata.
“Disiplin positif bukan tentang menundukkan anak, melainkan membantu mereka mengembangkan kekuatan diri dan tanggung jawab,” tegasnya.
Orang tua juga diajak menggunakan “I message” agar kata-kata yang diucapkan menjadi suara batin positif bagi anak.
Semua itu butuh proses dan waktu, karena membangun komunikasi yang selaras dengan anak remaja bukanlah pekerjaan sehari jadi, melainkan perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, kepekaan, dan komitmen.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan