Mereka mengabaikan imbauan dari petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) yang meminta agar ternak mati dikubur dan diambil spesimennya untuk diuji laboratorium.
Sebaliknya, mereka justru menyembelih ternak tersebut dan mengonsumsi dagingnya.
Setelah hasil uji laboratorium keluar, terungkap bahwa sapi mati yang dikonsumsi ternyata positif terjangkit antraks.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan segera melakukan sosialisasi tentang penyakit hewan yang bersifat strategis ini.
Tindakan yang dilakukan antara lain memberikan antibiotik, vaksinasi antraks, pemberian disinfektan di lokasi, dan membatasi pergerakan ternak dari kawasan yang terkena antraks.
Dinas Peternakan juga menerbitkan surat keterangan kesehatan hewan untuk ternak yang akan dikirim keluar.
Sebelum dikirim, ternak tersebut akan diperiksa atau diuji laboratorium terlebih dahulu untuk memastikan bahwa hewan tersebut bebas dari penyakit antraks.
Selain itu, sebanyak 125 warga yang ikut menyembelih dan mengonsumsi daging sapi yang terinfeksi antraks juga telah diambil sampel darahnya untuk pemeriksaan lebih lanjut di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 85 warga dinyatakan positif terjangkit antraks, dan dari jumlah tersebut, 18 orang mengalami gejala.
Warga yang mengalami gejala antraks seperti luka-luka khas, diare, mual, dan pusing tetap mendapatkan antibiotik sebagai tindakan penanganan.
Namun, tidak ada warga yang harus dirawat di rumah sakit karena gejala yang dialami tidak begitu parah, demikian disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty.
Untuk mencegah penyebaran penyakit antraks, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, meningkatkan pengawasan dan pemantauan terhadap kondisi hewan ternak.
Mereka membatasi pergerakan ternak dari Gunungkidul, melakukan surveilans aktif di pedagang dan tempat pemotongan hewan qurban yang berasal dari Gunungkidul, melakukan desinfeksi pada kandang bekas penampungan hewan qurban, dan berkoordinasi dengan puskesmas dalam upaya deteksi dini penyakit antraks.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Joko Waluyo, juga menjelaskan bahwa pengawasan lalu lintas ternak secara intensif dilakukan di daerah perbatasan sebagai tindakan antisipasi terhadap kasus antraks pada hewan, mengingat adanya temuan kasus ini di wilayah Gunungkidul.
Pemerintah daerah dan instansi terkait terus berkoordinasi dan bekerja sama dalam upaya mengendalikan penyebaran penyakit antraks.
Edukasi kepada masyarakat tentang bahaya antraks, pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan hewan ternak, serta pentingnya mematuhi imbauan dan petunjuk dari pihak berwenang perlu terus dilakukan.
Penting bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk terus melakukan pemantauan, pengawasan, dan penanganan yang komprehensif terhadap kasus antraks.
Langkah-langkah pencegahan seperti vaksinasi hewan ternak, pengendalian pergerakan ternak, pengawasan kesehatan hewan, serta edukasi kepada masyarakat harus terus ditingkatkan.
Kami juga mengimbau kepada masyarakat agar selalu mematuhi imbauan dan petunjuk dari petugas kesehatan dan peternakan terkait antraks.
Hindarilah mengonsumsi daging yang tidak jelas asal-usulnya, terutama jika ada indikasi adanya penyakit pada hewan tersebut.
Jaga kebersihan dan kesehatan diri serta menerapkan praktik sanitasi yang baik dalam pengolahan dan konsumsi makanan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan