Gambar-gambar yang terdapat dalam manuskrip ini menampilkan tokoh-tokoh yang ada dalam pertunjukan wayang kulit, sehingga dapat membayangkan betapa lama dan rumitnya proses pembuatannya, serta membutuhkan konsentrasi dan keahlian dalam tata sungging wayang.

Kaisar Jepang Nikmati Berbagai Macam Makanan dan Melihat Berbagai Pertunjukan

Sebelum mengakhiri kunjungannya, Kaisar Jepang menikmati makan malam di Bangsal Manis bersama dengan Sri Sultan HB X, yang didampingi oleh GKR Hemas, Putri Dalem, Mantu Dalem, dan Wayah Dalem.

Beberapa hidangan yang disajikan termasuk setup jambu, sop ayam galantin, sate ayam jeruk nipis, udang bakar madu, dan es teler cake.

Sekitar pukul 19.50 WIB, Kaisar Jepang beserta rombongan meninggalkan Keraton untuk melanjutkan agenda selanjutnya di Provinsi Jawa Tengah pada keesokan harinya.

Selanjutnya, Kaisar Naruhito juga menyaksikan pertunjukan wayang kulit yang dipersembahkan oleh Kawedanan Kridhamardawa di Tratag Bangsal Kencana, sisi selatan.

Pementasan Beksan Lawung Jajar di Tratag Bangsal Kencana juga menjadi salah satu acara dalam lawatan Kaisar Jepang.

“Tarian di keraton memiliki tingkatan-tingkatan. Bedhaya Beksan Lawung ini termasuk yang memiliki strata tertinggi,” kata salah satu pejabat Keraton.

Beksan Lawung Ageng, yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, adalah salah satu tarian tertua yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta.

Tarian ini menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak.

Melalui tarian ini, suasana berlatih perang dan adu ketangkasan dalam bermain tombak digambarkan dengan baik.

Gerakan-gerakan dalam tarian ini mengandung unsur heroik, patriotik, dan maskulin.

Dialog dalam tarian ini menggunakan campuran bahasa Madura, Melayu, dan Jawa, yang umumnya berisi perintah-perintah dalam satuan keprajuritan.

Seperti tari gaya Yogyakarta lainnya, Beksan Lawung Ageng juga mengandung filosofi kehidupan.

Melalui tarian ini, Sri Sultan Hamengku Buwono I ingin menanamkan nilai-nilai keberanian dan ketangkasan seorang prajurit keraton.

Selama lebih dari dua abad, tarian ini telah menjadi sarana pembentukan karakter ksatria melalui disiplin dalam berolah fisik dan batin.