Pengungkapan ini terjadi saat jaksa membacakan dakwaan terhadap mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (27/6/2023).

Menurut jaksa, awalnya Kominfo menerima surat dari Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud yang meminta dukungan terkait pembelajaran online selama masa pandemi COVID-19.

Surat permintaan ini kemudian dijadikan target oleh Plate untuk proyek pembangunan BTS 4G yang telah dia bicarakan sejak awal tahun 2020, meskipun tidak diakomodir dalam RPJMN.

Dengan adanya permintaan tersebut, Johnny menyatakan bahwa Kominfo akan menindaklanjuti permintaan Kemdikbud dengan melakukan percepatan transformasi digital.

Johnny kemudian mengadakan rapat yang dihadiri oleh sejumlah pihak, termasuk Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Dikti, Dirjen PPI Kominfo, perwakilan operator seluler, perusahaan lain, dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.

Dalam rapat tersebut, Johnny meminta Dirjen PPI Kominfo untuk menyampaikan cakupan sinyal 4G di seluruh Indonesia.

Selain itu, Johnny juga meminta Dirjen PPI untuk mencatat jumlah BTS yang akan dibangun.

Namun, Dirjen PPI Kominfo hanya melakukan pendataan berdasarkan informasi dari internet tanpa melakukan survei lapangan.

“Terdakwa Johnny Gerard Plate meminta kepada Dirjen PPI dalam waktu 2 hari ke depan sudah harus ada data jumlah BTS yang akan dibangun, berupa berapa panjang fiber optic yang akan digunakan. Jika teknologi transmisi fiber optic tidak dimungkinkan, maka Terdakwa Johnny meminta alternatif teknologi transmisi lainnya. Padahal belum ada kajian teknis terhadap jumlah desa yang belum terlayani cakupan sinyal layanan 4G di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T),” ujar jaksa dalam dakwaannya.

Sebagai respons terhadap permintaan Johnny, Ahmad M Ramli, selaku Dirjen PPI, memberikan data yang hanya didapatkan dari internet tanpa melalui kajian keahlian yang valid, demikian tambahan jaksa.

Singkat cerita, data yang diperoleh dari internet tersebut diserahkan dalam rapat di Kominfo dan digunakan sebagai dasar untuk pengusulan anggaran.

Dalam data tersebut, disebutkan terdapat 7.904 desa yang membutuhkan BTS.

Jaksa menegaskan bahwa data tersebut tidak valid.

Hal ini disebabkan data tersebut hanya didapatkan dari internet dan tidak diperiksa kebenarannya melalui survei lapangan.

“Dalam rapat tersebut, dibahas mengenai data desa yang sebenarnya tidak memiliki layanan telekomunikasi 4G atau site/BTS sebanyak 7.904 desa tanpa melalui studi kelayakan mengenai kebutuhan penyediaan infrastruktur BTS dan tanpa adanya dokumen Renstra, RSB, dan RBA. Namun, jumlah 7.904 desa tersebut justru dijadikan dasar untuk pengusulan anggaran, padahal seharusnya data tersebut dianalisis ulang dengan melakukan survei lapangan untuk mendapatkan data yang akurat,” jelas jaksa.

Jaksa juga mengungkapkan bahwa dalam skema ini terdapat tindakan manipulasi data yang dilakukan untuk mempengaruhi pengusulan anggaran proyek pembangunan BTS.

Hal ini merupakan bagian dari dakwaan terhadap Johnny G Plate dalam kasus ini.

Pengungkapan skema akal-akalan ini menjadi bukti yang kuat terhadap dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh para terdakwa dalam proyek tersebut.

Sidang pun dilanjutkan untuk membahas lebih lanjut mengenai tindak pidana yang terjadi dalam kasus ini, serta untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.