Kasus ini menunjukkan bahwa tindakan korupsi masih menjadi permasalahan serius di Indonesia.

Oleh karena itu, seluruh pihak harus berperan aktif untuk memberantas tindakan korupsi demi terwujudnya Indonesia yang bersih dari korupsi.

Theodorus bertemu dengan Desy Yustria, seorang staf kepaniteraan di Mahkamah Agung (MA), dengan tujuan untuk membantu kliennya dalam kasus hukum yang sedang dihadapinya.

Desy kemudian menyampaikan permintaan Theodorus kepada Nurmanto Akmal, seorang staf kepaniteraan lainnya di MA.

Setelah mempelajari kasus tersebut, Nurmanto mengetahui bahwa Gazalba Saleh adalah salah satu Hakim Agung yang menangani kasus tersebut.

Nurmanto kemudian bertemu dengan Redhy Novarisza, seorang staf dari Gazalba Saleh, untuk menyampaikan permintaan pengurusan kasus dari Heryanto Tanaka melalui Theodorus.

Amir menjelaskan bahwa Redhy Novarisza bertemu dengan Prasetio Nugroho, Panitera Pengganti/Asisten Hakim Agung dari terdakwa yang merupakan representasi dari terdakwa, dan menyampaikan permintaan dari Theodorus Yosep Parera.

Pada tanggal 5 April 2022, majelis hakim memutuskan kasus Nomor 326 K/Pid/2022 dengan menyatakan Budiman Gandi Suparman bersalah dan dihukum lima tahun penjara.

Dalam pengurusan kasus ini, Heryanto Tanaka diduga memberikan uang sebesar 200 ribu SGD kepada Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno.

Dari uang suap tersebut, Theodorus memberikan 110 ribu SGD kepada Desy Yustria, sedangkan sisanya diberikan kepada Nurmanto Akmal.

Nurmanto Akmal kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Redhy Novarisza sebesar 55 ribu SGD.

Redhy Novarisza kemudian memberikan uang tersebut kepada terdakwa melalui Prasetio Nugroho sebesar 20 ribu SGD.

Gazalba didakwa dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atas perbuatannya.

Kasus ini merupakan contoh yang jelas tentang korupsi dalam sistem peradilan.

Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini, termasuk Hakim Agung Gazalba Saleh, Theodorus Yosep Parera, Eko Suparno, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, dan Prasetio Nugroho.

Semuanya harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka dan harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tindakan korupsi tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merusak sistem keadilan dan mengancam integritas institusi hukum.

Oleh karena itu, tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi harus terus dilakukan untuk menjaga integritas sistem peradilan dan kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.