Tentu saja, meroketnya keuntungan Garuda Indonesia karena turut disumbang meroketnya pendapatan.

Dalam kasus Garuda Indonesia, laba Rp. 57 triliun diperoleh melalui homologasi di PKPU.

Homologasi yaitu perjanjian antara debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan.

Dimana setelah adanya PKPU terjadi pembalikan utang atau liabilitas menjadi pendapatan perusahaan.

Dengan artian lain, melonjaknya laba Garuda Indonesia disebabkan oleh tunggakan utang yang kemudian dicatat dalam pendapatan perusahaan setelah adanya PKPU.

Status Keuangan Garuda Indonesia

Selain laporan peningkatan laba yang kuat, Garuda Indonesia juga mengklaim telah memperkuat fundamental kinerja bisnis dengan berhasil menurunkan total biaya tetap atau fixed cost di tahun 2022 menjadi 73,9% dibandingkan dengan tahun 2019.

Irfan mengatakan penurunan biaya tetap tersebut terutama disebabkan oleh penurunan biaya sewa pesawat dan penerapan cost leadership di berbagai beban operasional berdasarkan fixed coast.

Di sisi lain, pada 2022, maskapai BUMN plat merah itu juga akan menurunkan biaya least cost of revenue jadi 9% dari sebelumnya 27%.

Setelah itu, pendapatan rata-rata atau average revenue per pesawat tercatat sebesar 26.100 dan biaya tetap (fixed cost to revenue) per pendapatan sebesar 30,62%.

Sementara itu, total aset Garuda Indonesia saat ini mencapai USD $4,14 miliar, diikuti liabilitas sebesar USD $4,8 miliar. Setelah itu, total ekuitas tercatat minus USD $653 juta.

Irfan mengatakan, tahun ini poerusahaan punya target untuk membidik kinerja yang semakin kuat.

Dimulai dengan peningkatan Ebitda, pendapatan operasional, dan peningkatan revenue melalui penguatan dan restorasi armada.

“Kami juga akan memperkuat tata kelola perusahaan,” pungkasnya. ***