Ia adalah salah satu dari delapan kandidat yang berkompetisi dalam pemilihan umum yang direncanakan akan diadakan pada 20 Agustus mendatang.

Meski dukungan yang diterimanya dari jajak pendapat tak tergolong besar, namun perannya dalam dunia politik dan pengungkapan berbagai isu penting membuat namanya dikenal luas.

Fernando Villavicencio bukanlah sosok baru dalam panggung politik Ekuador.

Ia memiliki sejarah panjang sebagai pejuang hak pekerja, mantan jurnalis, hingga politisi dan legislator dari Partai Movimiento Construye.

Dalam perjalanan kariernya, Villavicencio terus menunjukkan ketegasannya dalam melawan penyelewengan dan ketidakadilan.

Kiprahnya yang mencolok dimulai saat ia memimpin serikat pekerja di perusahaan minyak negara Petroecuador.

Ia tidak gentar menentang penyelewengan yang merugikan negara dengan nilai miliaran dolar.

Namun, popularitasnya semakin melambung saat ia beralih profesi menjadi jurnalis.

Sebagai jurnalis investigatif, Villavicencio menyoroti berbagai skandal dan ketidakbenaran dalam pemerintahan, khususnya pada masa kepemimpinan Presiden Rafael Correa yang memerintah dari tahun 2007 hingga 2017.

Ketajamannya dalam mengkritik pemerintahan tersebut membuatnya terlibat dalam berbagai permasalahan hukum dan ancaman pembunuhan.

Salah satu momen penting dalam kariernya adalah ketika ia memperoleh dokumen terkait program pengawasan pemerintah, yang kemudian ia kirimkan ke WikiLeaks.

Namun, ia juga memutuskan untuk menerbitkannya sendiri.

Tindakan ini tak hanya membuatnya mendapat ancaman pembunuhan, tetapi juga dakwaan yang dianggap bermotif politik.

Kiprah Villavicencio tidak lepas dari risiko dan ancaman. Ia kerap merasa diintimidasi dan direndahkan.

Namun, dalam pemilihan umum di Ekuador, ia muncul sebagai sosok yang berani dengan kampanye anti korupsi yang tegas.

Villavicencio mengambil peran sebagai pemimpin dari Gerakan Membangun Ekuador, sebuah kampanye yang luas dan mengusung isu-isu penting seperti keamanan pribadi dan penanggulangan perdagangan narkoba.

Namun, takdir tragis menghampirinya ketika ia menjadi korban serangan mematikan.

Pembunuhan ini menyiratkan kondisi keamanan yang semakin memprihatinkan di Ekuador.

Presiden Guillermo Lasso merespons dengan marah dan kecewa atas insiden ini.

Ia menyebutkan bahwa kejahatan terorganisir tumbuh pesat di negaranya.

Lasso mengumumkan status darurat selama dua bulan dan menegaskan komitmennya untuk tetap melanjutkan pemilihan umum sesuai jadwal.

Namun, insiden ini juga mengangkat pertanyaan yang lebih dalam tentang stabilitas politik dan keamanan di Ekuador.

Terlepas dari perbedaan pandangan politik, upaya untuk menjaga kedamaian dan ketertiban selama proses demokrasi perlu ditekankan.

Pemilihan umum adalah suatu hak mendasar dalam demokrasi, dan harus dijamin keselamatan dan integritasnya.