5. Roti Kompyang
Roti kompyang, juga dikenal sebagai burger Jawa, memiliki tampilan sederhana berbentuk bulat dengan warna cokelat dan taburan wijen.
Kue kompyang menjadi langka dan hanya diproduksi oleh satu rumah produksi di Kota Solo, yaitu rumah produksi milik Haryono di Kampung Gandekan, Jebres.
Roti kompyang terbuat dari tepung terigu dengan tekstur kering di luar dan empuk di dalam.
Citarasanya yang unik dan proses pembuatannya menggunakan tungku pembakaran tradisional menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta kuliner tradisional.
Mengunjungi Kota Solo bukan hanya tentang mengenal keindahan budayanya, tetapi juga tentang merasakan nikmatnya jajanan-jajanan khas yang telah berusia lama dan menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kuliner kota ini.
Selamat menikmati kelezatan jajanan khas Solo yang masih lestari dan menggugah selera!
Asal Usul Jajanan Khas Solo Serabi Notosuman
Kuliner khas Solo, serabi notosuman, telah meraih popularitasnya sebagai salah satu jajanan tradisional yang penuh kenikmatan.
Berbeda dengan serabi dari daerah lain, serabi notosuman memiliki ciri khas tersendiri dengan bahan-bahan seperti pandan, tepung beras, vanila, gula, santan, dan garam.
Proses pembuatannya pun unik, menggunakan wajan kecil dari tanah liat yang dimasak di atas arang.
Jajanan ini memiliki dua varian rasa utama, yaitu original dan cokelat, dengan wangi santan yang khas dan cita rasa manis serta gurih.
Serabi notosuman yang enak ini memiliki cerita menarik mengenai asal-usulnya.
Beberapa pakar kuliner, termasuk almarhum Bondan Winarno, pernah memperdebatkan asal-usul serabi notosuman ini.
Menurut Bondan, serabi notosuman berasal dari modifikasi appen khas India.
Namun, dalam kepercayaan orang Jawa, kue apem, yang memiliki kedudukan istimewa sebagai doa untuk pengampunan dan pengayoman, menjadi cikal bakal serabi notosuman.
Perjalanan serabi notosuman dimulai dari pasangan Hoo Gek Hok dan Tan Giok Lan, yang pada awalnya membuka gerai apem di Jalan Veteran pada tahun 1923.
Kemudian, mereka beralih dari apem dan tak disengaja mengembangkan jajanan serabi karena adanya permintaan pelanggan untuk membuat apem berbentuk pipih.
Serabi yang hasil pengembangan dari kue apem ini menjadi populer dan akhirnya menjadi identitas kuliner Kota Surakarta.
Pasar Pon dan Kampung Notokusuman menjadi pusat jajanan serabi, terutama Serabi Notokusuman, yang masih menjadi oleh-oleh khas Surakarta hingga saat ini.
Warisan keluarga Hoo Gek Hok dan Tan Giok Lan terus diteruskan oleh generasi penerus, seperti Handayani dan Lidia, yang berhasil menjaga cita rasa dan kualitas serabi notosuman.
Bahan baku serabi notosuman pun dipilih dengan hati-hati, menggunakan beras cendani dari Cianjur yang berkualitas tinggi.
Serabi notosuman mempertahankan keaslian dan tradisi dalam proses pembuatannya.
Tanpa bahan pengawet, serabi ini hanya bisa bertahan selama satu hari, sehingga tetap menghadirkan kesegaran dan kenikmatan bagi para penikmatnya.
Usaha keluarga ini telah tumbuh dan berkembang, menghadirkan outlet-outlet serabi notosuman di berbagai kota, termasuk Bandung dan Jakarta, mengajak masyarakat untuk menikmati kelezatan kuliner khas Solo yang tak terlupakan.
Tinggalkan Balasan